Rasa kagum bercampur iri selalu terbersit setiap kali melihat acara televisi yang menayangkan gambar beberapa kota besar di mancanegara. Betapa tidak, trotoar/pedestrian di kota-kota tersebut terlihat rapi, luas, bersih dan landai hampir sejajar dengan bahu jalan. Sungguh trotoar yang nyaman dan aman untuk dilewati pejalan kaki.
Sayang keadaan serupa sulit ditemui di Jakarta, kota tempat saya tinggal. Keadaan sebagian besar trotoar di Jakarta sungguh memprihatinkan sehingga tidak semua warga kota bisa memanfaatkannya. Saya sendiri sebagai penyandang disabilitas tuna daksa juga sering mengalami kesulitan saat hendak berjalan di trotoar. Rata-rata trotoar di Jakarta dibangun cukup tinggi sehingga saya mengalami kesulitan untuk naik dan berjalan di atasn ya. Bahkan bagi orang-orang yang bukan penyandang disabilitas, beberapa orang lanjut usia misalnya, sulit pula untuk menaikinya.
Kalaupun ada trotoar yang landai dan rendah, biasanya dilintasi para pengendara motor. Belum lagi keberadaan lapakl-lapak pedagang kaki lima yang semakin mempersempit ruang gerak para pejalan kaki. Akhirnya dengan terpaksa saya lebih sering berjalan di bahu jalan walaupun dengan risiko bisa tersambar kendaraan yang lewat. Saya yakin keadaan serupa juga dialami banyak warga Jakarta lain termasuk yang bukan penyandang disabilitas. Sungguh hak para pejalan kaki di Jakarta sudah terrampas.
Berjalan kaki adalah aktivitas yang dilakukan semua orang tanpa batasan usia tanpa batasan status. Mulai dari anak-anak hingga orang tua, baik yang miskin maupun yang berpunya. Termasuk para pemilik kendaraan pasti ada saatnya berjalan kaki bukan? Trotoar dibangun dengan tujuan memfasilitasi pejalan kaki yang melintasi jalan raya agar terjamin keselamatannya. Sebab sama seperti para pengendara, para pejalan kaki pun berhak atas keamanan dan kenyamanan selama berada di jalan raya. Sehingga Pemerintah Daerah DKI wajib menyediakan trotoar yang layak bagi warganya. Hal ini diperkuat dengan adanya: Undang-Undang Lalulintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) No. 22/2009 pasal 25 UU yang menyebutkan setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum wajib dilengkapi perlengkapan jalan berupa fasilitas untuk sepeda, pejalan kaki dan penyandang cacat.
Melihat keadaan trotoar di Jakarta , saya berpikir mungkin Pemda DKI berprinsip yang penting ada trotoar tanpa perlu memperhatikan aksesibilitas bagi para penggunanya. Atau mungkin Pemda DKI memang kurang tahu desain trotoar ideal yang memberikan aksesibilitas bagi semua warga kota termasuki para penyandang disabilitas. Yang lebih konyol lagi saya sempat berpikir jangan-jangan trotoar di Jakarta dibangun tinggi justru untuk mencegah para pengendara motor menaikinya sehingga keselamatan para pejalan kaki terjamin (termasuk keselamatan pejalan kaki penyandang disabilitas tuna daksa atau tidak ya he….he…he…… )
Pemda DKI harus mulai membenahi trotoar di Jakarta. Saya rasa biayanya tidak terlalu besar. Kan tidak semua harus dibongkar dan dibangun lagi dari awal. Sebagian trotoar yang terlanjur dibangun tinggi saya rasa cukup dibongkar ujungnya saja dan dibuat melandai sehingga lebih mudah diakses para pejalan kaki termasuk penyan dang disabilitas tuna daksa termasuk yang berkursi roda.
Lantas bagaimana cara menghalau pengendara motor dan pedagang kaki lima yang menyalahgunakan fungsi trotoar. Tidak sulit kok. Hanya dibutuhkan kemauan dan ketegasan aparat keamanan untuk menindak dan memberi sanksi kepada para pelanggar.
Tapi tak adil juga rasanya kita hanya menuntut Pemda DKI yang bertanggung jawab atas ketersediaan trotoar yang layak dan pengembalian fungsi utamanya . Karena nyatanya kesadaran masyarakat akan fungsi hakiki trotoar dan hak-hak pejalan kaki juga masih rendah. Jadi kita warga Jakarta pun harus turut berpartisipasi dengan semakin memahami fungsi trotoar.
Sudah banyak upaya yang dilakukan sebagian warga Jakarta untuk mendorong dan membantu Pemda DKI mengembalikan fungsi trotoar. Sebut saja gerakan yang digalang komunitas pecinta jalan kaki Koalisi Pejalan Kaki dan @jalankaki. Atau Ruang Jakarta (Rujak) yang beranggotakan arsitek dan pakar tata ruang kota. Memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi misalnya lewat blog jalankakijakarta.wordpress.com dan akun Twitter@jalankaki, mereka tak bosan menyosialisasikan hak-hak pejalan kaki dan memberi pengetahuan tentang jalur khusus pejalankaki atau trotoar yang ideal. Sedangkan langkah nyata mereka lakukan dengan menggelar aksi rutin menghalau pengendara motor yang menaiki trotoar. Bahkan sampai telentang di trotoar kalau perlu untuk menghalangi pengendara motor yang hendak melintas.
Kalau saya sendiri lebih suka berseru lewat tulisan di blog pribadi saya. Apalagi sekarang sedang ada kontes blogging Kartunet Kampanye Aksesibilitas tanpa Batas yang terselenggara atas kerja sama KARTUNET http://www.kartunet.com, ASEAN Blogging Comunity dan XL Axiata . Yaa sekai merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui. Dengan membuat tulisan ini selain saya berpartisipasi menyosialisasikan pengembalian fungsi trotoar, siapa tahu bisa memenangkan kontes bloggingnya he….he….he….
Dan inilah seruan saya J. Wahai para pejabat Pemda yang berwenang, tolong sediakan trotoar yang lebih layak dan ideal, yang rapi, lapang dan tidak terlalu tinggi sehingga bisa diakses semua pejalan kaki. Bagi para pengendara motor , insyaflah , trotoar HANYA untuk pejalan kaki. Tempat Anda di bahu jalan raya. Sedangkan bagi padagang kaki lima, saya tak bermaksud menutup jalan rezeki Anda. Saya yakin Anda pasti tahu kok trotoar bukan tempat berjualan . Jangan singkirkan kami dari tempat yang memang menjadi hak kami.
Memang butuh waktu yang tidak sebentar untuk melakukan perubahan kearah yang lebih baik. Tapi saya yakin suatu saat Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia bisa memiliki trotoar yang aman dan nyaman bagi para pejalan kaki seperti kota-kota di mancanegara. Dengan saling bahu membahu Pemda DKI dan warga kota Jakarta bisa mewujudkan trotoar yang bisa diakses semua pejalan kaki tanpa kecuali, tanpa batasan usia tanpa batasan status termasuk bisa diakses para penyandang disabilitas . Trotoar yang memberi aksesibilitas tanpa batas.
0 komentar:
Posting Komentar