KARENA IBU YANG PALING TAHU KEADAAN ANAKNYA
Seperti orang tua yang lainnya,pasangan Januar Tasmaan dan Maisi Wiriadi tentu berharap anak-anak mereka terlahir sehat dan normal. Tapi Tuhan berkehendak lain. Putri bungsu mereka yang lahir pada 5 September 1981ternyata mengalami down syndrome (DS).
Dengan ketegaran yang menakjubkan, Maisi langsung dapat menerima putrinya apa adanya. “Tak setetespun air mata saya keluar. Bahkan saya bersyukur dan berjanji pada Tuhan untuk merawat anak ini sebaik mungkin,”jelas Maisi mengenai perasaannya saat itu.Dan syukurlah suami dan 2 anaknya yang lain juga menyambut kehadiran sang bayi dengan tangan terbuka. Dengan harapan kelak dapat menjadi cahaya bagi orang-orang sekitarnya serta menjadi seorang pendidik dan tokoh panutan seperti Dewi Sartika, bayi mungil itu diberi nama Intan Sartika.
Maisi menyadari ia butuh dukungan keluarga karena ia belum mempunyai cukup infomasi mengenai merawat anak DS. Hanya kata-kata dari seorang dokter yang menjadi pegangannya yaitu untuk merawat Intan perlu kerja keras, banyak membaca buku dan yang terpenting harus kreatif.Bersama suami dan dua kakak Intan, Maisi berbagi tugas. Sang suami bertugas utama mencari nafkah karena Intan perlu berbagai terapi dengan biaya tak sedikit. Sedang Maisi dibantu 2 kakak Intan bertugas merawat dan mendidik Intan di rumah.
Anak DS sulit menangkap penjelasan bersifat abstrak tapi daya ingat yang kuat, memudahkan mereka mempelajari sesuatu dengan cara melihat dan mencontoh langsung.Paham akan hal tersebut Maisi berusaha menciptakan lingkungan rumah dan keluarga yang positif yang dapat mendukung pendidikan kemandirian dan budi pekerti Intan.
Untuk mengajari jenis baju dan waktu pemakaiannya misalnya, Maisi menempelkan gambar suasana pagi hari atau malam hari sesuai isi laci pakaian Intan.Atau untuk melatih motorik halus dan daya konsentasi serta kesabaran, Maisi menyuruh Intan merobek kertas sesuai garis-garis yang telah ia buat sebelumnya.
Sedang untuk pendidikan budi pekerti diberikan lewat tindakan nyata semua anggota keluarga Sehingga Intan yang terbiasa melihat orang tua dan kakak-kakaknya selalu disiplin, bertangggung jawab atas kewajiban serta bersikap sopan, juga melakukan hal yang sama.
Kreativitas seorang ibu dalam mendidik anak DS memang sangat penting.”Karena ibu yang paling tahu keadaan anaknya, maka ia harus kreatif mencari cara mendidik yang paling mudah dimengerti anaknya,”jelas Maisi.
Kejelian seorang ibu dalam melihat dan mengembangkan potensi anak DS menentukan keberhasilan mereka. Ini terbukti ketika Maisi melihat Intan ingin bermain komputer seperti kakaknya dan memberikan Intan program permainan angka dan huruf. Hasilnya? Pada usia 6 tahun Intan sudah dapat menggunakan komputer sekaligus dapat membaca.Bahkan sekarang gadis penyuka novel roman ini telah mahir browsing internet.
Maisi yang telah mengetahui bahwa umumnya anak DS berbakat seni, mengusahakan pengembangan bakat putrinya setiap kali Intan menunjukkan minat di bidang seni tertentu. Sampai saat ini diketahui Intan mempunyai bakat melukis, merangkai bunga, kerajinan mote, memetik gu zheng(kecapi China)serta yang paling menonjol menyanyi dan menari.
Agar bakat seni Intan semakin berkembang,Maisi tak segan-segan mendatangkan guru khusus serta menyiapkan sendiri berbagai sarana pendukung. “Mama menjahit baju tari untuk saya sampai jam 2 pagi,”tutur Intan tentang dukungan sang ibu pada bakat menarinya.
Bakat seni Intan makin diasah dengan mengikuti berbagai perlombaan baik yang khusus penyandang cacat maupun umum.Yang lebih mengagumkan Intan telah sering tampilb menyanyi dan menari pada berbagai acara di dalam dan luar negeri, termasuk juga di televisi dan mendapat bayaran pula. Jadi bisa dibilang Intan telah mencapai kemandirian finansial lewat bakat seninya.
Selama wawancara berlangsung Intan terlihat percaya diri dan luwes menemani ibunya.Pribadinya yang menyenangkan menurut Maisi tak bisa dibeli tapi bisa dibentuk. ”Kami berusaha membuat Intan merasa selalu dicintai dan selalu memberinya kesempatan, termasuk kesempatan belajar dari kesalahannya sendiri,”jawab Maisi ketika HARMONI menanyakan bagaimana cara menumbuhan rasa percaya diri Intan.
Saat ini Intan aktif berbagi ilmu pada teman-teman penyandang DS dengan menjadi asisten guru tari tradisional di Centre of Hope Ikatan Sindroma Down Indonesia (ISDI). ISDI merupakan wadah sosial yang dibentuk Maisi bersama beberapa orang tua anak DS yang bertujuan mengembangkan dan mensosialisasikan potensi serta kemandirian para penyandang DS.
Menurut Maisi semua orang tua anak DS bisa menjadikan anaknya seperti Intan. Pesannya,” Ajar mereka dengan cinta kasih ,beri mereka kesempatan dan yang penting harus sabar.”
Dengan pertolongan Tuhaan dan dukungan keluarga, kerja keras Maisi berbuah manis. Sesuai namanya Intan bercahaya dengan berbagai prestasinya. Ia pun telah menjadi guru dan panutan seperti Dewi Sartika. Harapan Maisi untuk putri tercinta hanya satu,”Intan dapat melakukan apapun yang membuatnya happy.”
1 komentar:
Kami mempunyai anak ds itupun tahu dari bidan desa dengan ciri yang ada dan perkembangan yang sangat lambat. Saat ini usia 18bulan baru bisa berdiri belum bisa berkomunikasi, kami hanya bisa berdoa itu saja.. semua yang dikawatirkan melalui informasi kami tepis "mudah mudahan tidak terjadi" karena keseharian kami disibukkan biar dapur tetap mengepul.
Posting Komentar